Jurnalistik.co.id, Pohuwato – Sidang praperadilan terkait penangkapan dua tokoh masyarakat asal Kecamatan Popayato, Fendy Yalang dan Doni, yang dijadwalkan berlangsung di Pengadilan Negeri Marisa pada Senin (13/1/2025), harus ditunda. Hal ini disebabkan ketidakhadiran pihak Gakkum KLHK Balai Wilayah Sulawesi sebagai termohon.
Ketidakhadiran tersebut disayangkan oleh tim kuasa hukum pemohon, Irfan Slamet Bano, Afrizal A. Pakaya, dan rekan-rekan lainnya. Mereka menilai alasan pihak termohon, yakni adanya agenda persidangan di tempat lain, sebagai tindakan tidak relevan dan berpotensi mengulur waktu dalam proses hukum.
“Kami sangat kecewa karena pihak termohon tidak hadir dalam agenda sidang ini. Ini mencerminkan ketidakseriusan dalam menyelesaikan perkara,” ujar Irfan Slamet Bano kepada wartawan.
Kasus ini bermula dari penangkapan Fendy Yalang dan Doni oleh Tim Gabungan Pengamanan Hutan Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi pada Jumat (13/12/2024). Penangkapan terjadi di area Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Loka Indah Lestari (LIL), yang saat ini menjadi sorotan.
Kuasa hukum kedua tersangka, Irfan Slamet Bano dan Afrizal A. Pakaya, menegaskan bahwa tindakan penangkapan tersebut tidak sah secara hukum. Mereka berargumen bahwa lokasi penangkapan berada di wilayah HGU, bukan kawasan Hutan Lindung yang menjadi dasar penindakan oleh Gakkum KLHK.
“Klien kami ditangkap di wilayah HGU, bukan Hutan Lindung. Selain itu, mereka memiliki MoU dengan PT Loka Indah Lestari dan koperasi terkait izin pengambilan kayu,” tegas Irfan.
Irfan juga menyoroti prosedur hukum yang dinilai cacat formil. Menurutnya, penangkapan dilakukan pada 13 Desember 2024, namun laporan penangkapan baru dibuat sehari setelahnya, dan status tersangka baru ditetapkan pada 15 Desember.
“Ini jelas melanggar prosedur hukum. Kenapa laporan penangkapan tidak dibuat di hari yang sama? Penundaan ini mencurigakan,” tambahnya.
Sebagai langkah lanjutan, tim kuasa hukum Fendy Yalang dan Doni mengajukan praperadilan untuk menuntut kejelasan atas legalitas penangkapan tersebut. Mereka juga menyebut bahwa Fendy Yalang saat penangkapan berada di pos wilayah HGU perusahaan, bukan di lokasi yang melanggar aturan.
“Kami akan terus memperjuangkan hak-hak klien kami melalui jalur hukum yang ada,” pungkas Irfan Slamet Bano.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyangkut persoalan pengelolaan wilayah HGU dan tuduhan pelanggaran hukum oleh otoritas yang berwenang. Sidang berikutnya diharapkan dapat memberikan titik terang atas perkara ini.